Makhluk mungil itu akhirnya mulai terisak - merengek pelan... Sepertinya ada 'sakit' yg dalam.
Saat melihat kurikulum SMU saat ini --mungkin-- kalau aq masih 'hidup' dijaman ini, maksudku masih duduk di tingkat akhir SMU... Aq akan 'disibukkan' dengan menata mental & hati.
"Anak2" jaman sekarang... bebannya amat berat... begitu pula para orang tua tentunya, tanpa terkecuali. Gimana enggak, 'patokan' kelulusan yang ada sekarang, bener - bener bikin nightmare. Sudah yang diujikan hanya 3 mata pelajaran, yakni HANYA Bhs. Indonesia - Bhs. Inggris & Matematika, ditambah lagi dengan nilai minimal kelulusan mata pelajaran itu adalah 5,00 (tahun lalu 4,26).
Jika si Anak mendapatkan nilai mata pelajaran yang diujikan tersebut di bawah ketetapan standar 'permisif' kebijaksanaan... maka dapat dibayangkan apa yg terjadi. Stempel panas menyala yg tak terlihat : " KAMU NGGAK LULUS !!" - pun akan menjadi tatto permanen seumur hidup.
Lalu dikemanakan pelajaran2 lain yang sudah 3 tahun ditempuh? Rasanya.. sungguh 'sia2'. Dan yang terpenting : bagaimana kebijakan yang banyak celah di sana - sini ini akhirnya bergulir?
Aq bersyukur banget, karena aq udah melalui zaman 'nggak enak' itu... Fewhh.....
Mbak & masku yg guru SMU.. yg anak pertamanya akan memasuki Perguruan Tinggi, dibuat stress juga dengan 'kebijaksanaan indah' ini. Saat dia 'menyemangati' anak didiknya, bohong jika dia bisa tersenyum lepas dihadapan mereka... Bagaimana mungkin mereka (=para guru) bisa menunjukkan wajah khawatir dan perasaan YANG SEBENARNYA ?
Jika mbak & masku, serta guru-guru di negeri ini menunjukkan "kekhawatiran" mereka, bagaimana jadinya anak2 didik yang ada dihadapannya.. ?? Anak - anak yg telah diajar - dididik selama 3 tahun... YANG MENATAP ORANG TUA KEDUANYA... YANG MENCOBA MENCARI HARAPAN - KEKUATAN & PEGANGAN terhadap guru2 mereka.. ????
" ... Hati kecil tak pernah bohong... karena dia 'mengerti' benar apa yang dibisikkan ... "
Aq menatap mbakku yg masih menggendong bayinya & berusaha menenangkannya.
" Ntan, entah kenapa ... aq rasanya sakit hati " kata mbakku.
" Kenapa mbak? "
" Rasanya, aq sia - sia mengajar & mendidik... "
"... ... .... "
" Tahun lalu, anak didikku yg orangnya baik banget, sama guru hormat, ngajeni, ibadahnya juga bagus, juara kelas terus, ..... pokoknya baik-lah, enggak lulus ! Eh..malah bocah yg nggak ngenah, bolosan, nyontekan, kurangajar, nyebelin, selalu jadi gunjingan guru-guru, malah lulus! Letak adilnya di mana coba?!"
" Benernya aq seneng dengan standar kelulusan yang naik, sopo sing ora seneng, tho (=siapa yg enggak seneng sih) ? Tapi, masalahnya kan banyak hal yang menurutku prematur. SDM yg nggak siap & blom terpenuhi, kurikulum yg nggak jelas, kebijakan yg menurutku terburu2... Ya kalo' mo gini, mbok ya ditata & disiapin semuanya... dari atas ke bawah".
"Kalau semuanya udah tertata & siap.. kan enak & lega.. Lha ini? Sama sekali nggak mendidik!"
Ya, mbak & masku itu sama, selalu mengatakan : mengajar & mendidik. Bagi mereka berdua, mengajar & mendidik itu adalah 2 hal yang berbeda. Mendidik, sebuah hal yang di dalamya ada muatan 'tanggungjawab moral'-nya.
Aq terdiam, namun sebenarnya 'berbincang' dengan ponakan kecilku.
" Ya... aq rasanya sakit hati... " Mbakku mengulangi kata itu sekali lagi : sakit hati. Tapi kini di matanya mulai tergenangi cairan bening ( yg kupikir 'seharusnya' itu 'pasti' telah mengalir sejak tahun lalu ).
" Saat melihat murid - murid... terus mereka pada curhat... bercerita tentang ketakutan mereka... aq... rasanya... 'di sini' (sambil nunjuk hati) koq ya ikutan keloro - loro ( = tersayat2 ) banget... "
" Bukan karena anakku Rahma mau lulus SMA juga, Ntan... tapi nggak taulah.. rasanya koq sakit ya di dalam sini... " lagi2 mbakku menunjuk hati.
" Aq ngrasa, anakku ditundhung minggat tanpo disangoni opo2 ( = diusir pergi tanpa diberi bekal apa2 ). Selama 3 tahun ini yang dia pelajari itu sia - sia..."
" Doakan ya, Ntan... Susah kalo' nggak lulus... Doakan bisa dapat Perguruan Tinggi & jurusan yang cocok - pas & bagus ya... buat lahir bathin - dunia akhirat... "
" Ya mbak... Amien.... "
Jawabku nggak sekedar jawaban... jawabku itu : sebuah kekhawatiran, harapan & do'a yang menyatu.
...... ::: ......
Beberapa hari menjelang UAN, aq terus - terusan kepikiran ponakanku. Tiba - tiba, bunyi ringtone HP seperti bebek aneh tanda SMS masuk, mengacau "obrolan seru" antara otak dengan hatiku.Aq.... . . . . . . . HHhhhhh h h h h . . . . . . . !!
Saat kubaca SMS itu --yg ternyata dari ponakanku-- mau nggak mau memaksaku untuk 'tersenyum wagu & mengelus dada' dalam waktu bersamaan... Perasaan 'trenyuh' & campur aduk ini 'akhirnya' datang.
Ngerti nggak apa isinya ? :
" Bulik Intan, Mbah Kakung kalih Mbah Rayi, trus Om - om.. Sesuk mbak Ama ajeng Ujian Nasional, mbak Ama nyuwun didongakke nggih... Diberi kemudahan, keberuntungan..trus Saged lulus, ben Bapak - Ibuk seneng... Amin =)"
( = Tante Intan, Kakek dan Nenek.. lalu Om semua... besok mbak Ama akan Ujian Nasional, Mbak Ama minta doanya yaa... Diberi kemudahan, keberuntungan.. trus bisa lulus, agar Bapak - Ibu seneng... Amin =) )
Selesai kubaca message singkat itu...--dari radio-- ku dengar iklan lokal dengan ilustrasi musik & nyanyian ( yg bagiku benar - benar TERDENGAR 'memilukan' ) :
Pangeran Kecilku....